BANTUL – Tiga narasumber tamu dihadirkan pada Temu Karya Sastra ‘Daulat Sastra Jogja’. Pengarah kegiatan Temu Karya Sastra Adhi Yohanes Satiyoko menuturkan, kehadiran narasumber tamu pada workshop yang dilaksanakan Selasa 21 Juni 2022 diharapkan memberi banyak inspirasi, contoh dan semangat kepada 80 peserta dalam berkarya kreatif.
“Narasumber tamu Anggitya Alfiansari di kelas penulisan puisi, Satmoko Budi Santoso di kelas penulisan cerita pendek (cerpen) dan Fajar Suharno di kelas penulisan naskah drama,” terang Adhi Yohanes ditemui di lokasi acara Sekolah Anak Alam (Salam) Ngestiharjo, Kasihan, Bantul.
Mengisi materi di kelas penulisan cerpen, Satmoko Budi Santoso berharap para peserta menjadikan menulis sebagai pilihan yang diseriusi. “Semoga lahir penulis-penulis bagus dari kelas ini. Penulis yang penuh daya inovasi, kreatif, menerapkan prinsip-prinsip penulisan yang benar, memenuhi unsur intrinsik dan ekstrinsik,” ucapnya.
Kepada wiradesa.co, Satmoko menuturkan, siang itu ia memotivasi para peserta yang notabene penulis muda –seperti kata Arswendo Atmowiloto– bahwa menulis itu gampang. Namun, meski gampang para penulis khususnya cerpen akan dihadapkan kepada tantangan.
“Tantangannya adalah, bagaimana membuat tulisan itu lekat dalam ingatan pembaca, apalagi pada tulisan fiksi,” ujar Satmoko.
Agar karya fiksi bisa lekat dalam ingatan pembaca, lanjutnya, penulis bisa menerapkan inovasi misalnya pada tokoh dibuat berbeda. Dia mencontohkan seorang tokoh yang menyatakan cinta padahal ia datang tanpa mata. “Bagaimana Anda akan percaya. Ketika mendapat pernyataan cinta sedangkan orang yang menyatakan cinta datang tanpa mata.Dari inovasi tokoh ini bisa dikembangkan kemudian bagaimana membuat penceritaan,” imbuhnya sembari menjelaskan bahwa fiksi itu tidak realis bahkan seperti diksi Bakdi Soemanto fiksi itu dunia absurd.
Membuat tulisan fiksi lekat di benak pembaca, kiat selanjutnya, penulis dapat membuat tokoh superhero tandingan. Satmoko mencontohkan, inspirasi superhero tandingan dapat diambil dari peristiwa nyata sehari-hari yang tengah menjadi tren atau buah bibir. “Penulis bisa membuat tokoh yang bisa membasmi klithih. Di tengah suasana Yogya yang tengah darurat klithih bagaimana sebagai penulis cerpen mencoba menghadirkan tokoh superhero yang mampu membasmi klithih,” lanjutnya.
Tokoh superhero umpamanya bisa digambarkan sebagai tokoh wanita berjilbab, bercelana jins, bermasker, mengendarai motor trail KLX, dan hadir kala ada peristiwa klithih. “Sebagai redaktur kalau menerima naskah seperti itu boleh jadi naskah tersebut akan dipertimbangkan (untuk diterbitkan-red),” tandasnya.
Satmoko menggarisbawahi proses menulis bagi penulis muda yang terpenting bagaimana setiap gagasan dapat tertuang dalam wujud tulisan. Sesederhana apa pun tulisan itu. “Bagaimana agar teman-teman penulis muda senang nulis dulu, senang sastra. Bagus tidak bagus bukan ukuran. Panjang naskah juga bukan parameter. Besar harapan output dari mengikuti workshop, para peserta bisa menulis karya fiksi,” ucap Satmoko. (Sukron)