KEBUMEN – Meski termasuk salah satu desa penghasil genteng sokka di Kebumen, Desa Kebulusan, Kecamatan Pejagoan tetap dikategorikan sebagai desa pertanian. Dari luas desa sekitar 187 hektar, separuhnya berupa lahan pertanian sawah. Sisanya lahan kering, pegunungan.
“Pertanian padi setahun dua kali tanam. Beberapa petani menanam palawija namun jumlah sedikit,” terang Sekretaris Desa Kebulusan Bambang Haryono, Sabtu 15 Mei 2021.
Menurut Bambang, jumlah pengusaha genteng di Kebulusan makin menurun dibanding beberapa tahun silam. Hal itu dibenarkan Kaur Umum dan Perencanaan Desa Kebulusan Barkah Yasir. Dalam catatan Barkah, hingga November 2020 jumlah juragan genteng tersisa 29 orang. Masuk kategori juragan yakni mereka yang memiliki pabrik sekaligus tobong pembakaran genteng. Sementara pemilik usaha genteng lainnya umumnya produsen genteng yang jualan genteng mentah lantaran tak sanggup membakar dan memasarkan sendiri. Adapula yang menyewa mesin dan mengelola pabrik, sebagian pengusaha juga menyewa mesin beserta pabrik di samping mengoperasikan mesin dan pabrik milik sendiri.
Tutupnya sejumlah pabrik genteng dipandang Bambang diakibatkan makin sulitnya mencari tenaga kerja di bagian produksi. Dulu, para pekerja pabrik genteng tidak hanya dari warga Kebulusan tapi datang dari desa-desa sekitar baik dari Kecamatan Pejagoan maupun luar Pejagoan. “Dulu yang kerja di pabrik genteng banyak yang berasal dari wilayah gunung, daerah Pakuran, Karangpoh, sekarang makin berkurang,” ucapnya.
Minat tenaga kerja khususnya kalangan muda, pada umumnya mencari pengalaman kerja ke kota besar. Mereka berangkat merantau selepas lulus SMA/SMK. Yang menarik, meski disebut sebagai desa pertanian, namun populasi petani di Kebulusan sangat kecil. Secara riil di KTP yang menyebutkan pekerjaan sebagai petani tak lebih dari 20 orang. Kebanyakan menyebut diri pada status pekerjaan sebagai buruh harian lepas atau wiraswasta.
Hal yang menggembirakan, di tengah makin menurunnya perputaran usaha genteng, di Kebulusan mulai tumbuh kelas menengah dengan berbagai unit usaha yang sebelumnya kurang dilirik. “Di Kebulusan unit usaha yang ditekuni warga makin bervariasi. Meski terbatas pada skala lokal tapi perkembangan tersebut menggembirakan. Masyarakat makin berani mencoba aneka usaha baru. Ada usaha rias manten, peternakan ayam pedaging, penggilingan padi yang menetap atau keliling, pertanian buah-buahan, kebun pembibitan, perikanan, jasa rental mobil, distribusi gas elpiji, dan lainnya,” ungkap Bambang.

Pemerintah Desa Kebulusan mendorong sektor kewirausahaan bagi warga. Beberapa kali pelatihan mengarah kepada skill kewirausahaan telah diselenggarakan. Pelatihan pembuatan kompos, pelatihan pengolahan lele.
Posyandu Jiwa
Tak hanya bidang ekonomi dan kewirausahaan yang mendapat perhatian. Bidang kesehatan termasuk yang di kedepankan. Bidang kesehatan terjalin sinergi para kader kesehatan, bidan desa, kader Posyandu, bidan kesehatan jiwa. Posyandu jiwa saat ini, kata Bambang, melayani 34 warga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa akibat berbagai sebab. Faktor keturunan, tekanan stres dan lain sebagainya. “Yang miris, 70 persen penderita tergolong usia produktif, mereka ditangani lewat layanan medis, obat dan konsultasi dokter jiwa. Posyandu jiwa dilaksanakan sebulan sekali,” imbuhnya.
Di samping Posyandu jiwa, ada pula Posyandu lansia, kader TBC. Para kader kesehatan dari warga yang punya potensi untuk melakukan pendataan. Mereka mendatangi, memberi suport, melakukan sosialisasi, hingga mengambilkan obat ke pusat layanan kesehatan. Mereka bekerja tanpa bayaran. Begitu halnya dengan unit mobil siaga yang siap menjalankan misi mobilisasi kesehatan. Mengantar periksa, antarjemput pasien ke Pukesmas, klinik, rumah sakit, tapi tidak diperuntukkan bagi pengantaran jenazah.
“Mobil siaga biasa dipakai kontrol ke Yogya, Purwokerto. Warga miskin digratiskan. Sopir, BBM, tak dipungut biaya. Bagi warga yang dipandang mampu namun tak punya mobil sekadar dikenakan ongkos BBM dan sopir,” ucap Bambang. Unit mobil siaga dilengkapi strobo, standby 24 jam. Pengadaan dari APBDes 2018.
Sementara itu, Kepala Desa Kebulusan H Romelan Mustofa menyampaikan, sarana fisik seperti pengaspalan jalan desa yang mengalami kerusakan menjadi prioritas pihaknya. Jalur yang mendesak yang mesti segera diaspal sekitar 1 kilometer namun hingga saat ini rencana pengaspalan jalan belum dapat terealisasi akibat pengalihan dana dari proyek pembangunan fisik diarahkan bagi penanganan Covid 19 dan pelaksanaan SDGs.
Proyek pembangunan fisik lain yang hingga dua tahun ke depan bakal mengalami hambatan ialah pembangunan pusat wisata kuliner desa dengan menu utama nasi penggel yang sedianya dibangun di atas tanah desa. Sementara optimasi layanan BUMDes diantaranya suplai penjualan sembako bagi Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). (Sukron Makmun)