Peta Kekuatan Dunia Bergeser ke Asia

Foto: Sukron/Wiradesa

Wiradesa.co – Keilmuan sosial yang didasarkan pada konsep serta norma Barat tidak lagi relevan pada era saat ini. Di abad ke-21 sebagai Abad Asia, ilmuwan sosial Asia harus memiliki cara pikir yang baru untuk dapat memahami zaman yang terus berubah secara cepat.

Hal itu dikatakan pakar ilmu sosial National University of Singapore Prof Kishore Mahbubani, pada Symposium on Social Science 2020: Rethinking the Social World in the 21st Century yang diselenggarakan Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM secara daring, Senin (24/8/2020) hingga Selasa (25/8/2020).

“Dunia telah berubah secara fundamental. Tapi masalahnya peta pikiran yang kita punya sebagian besar merupakan peta pikiran Barat dari abad ke-19 dan abad ke-20 yang tidak bisa membimbing kita di abad ke-21,” ucapnya.

Mahbubani, peneliti yang telah menulis berbagai karya yang membawa perspektif Asia di kancah internasional menyebut, peta kekuatan dunia telah bergeser dari negara Eropa dan Amerika menuju Asia.

Cina, India, dan Jepang, saat ini telah menjadi negara yang unggul di bidang ekonomi, sementara Indonesia sendiri diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi yang besar dalam beberapa tahun mendatang.

Baca Juga:  Regulasi Kampanye Online Belum Maksimal Akibatkan Misinformasi Kampanye di Medsos

“Indonesia akan mendapat keuntungan besar dari perubahan yang terjadi. Pada tahun 2030 Indonesia akan berada pada urutan ke-9 ekonomi terbesar dunia dan tahun 2050 Indonesia akan berada pada posisi keempat, bahkan lebih besar dari Jepang,” paparnya.

Di tengah potensi tersebut, ia menyebut akan bahaya jika negara-negara Asia tetap bergantung pada pemikiran barat untuk memahami apa yang disebut sebagai Abad Asia ini. Ilmuwan bidang sosial, menurutnya, harus menantang ilmu sosial Barat secara fundamental karena perspektif saat ini masih didorong oleh nilai yang sudah tidak relevan bagi Asia.

“Kita di Asia harus masuk ke dalam pikiran kita dan melihat apa yang perlu kita ubah untuk memahami abad ke-21,” ucapnya.

Symposium on Social Science tahun ini mengangkat isu perubahan yang dibawa teknologi informasi kepada masyarakat, yang tidak hanya mendefinisikan ulang cara individu berinteraksi satu dengan yang lain, tetapi juga mengubah natur kekuasaan di dalam masyarakat.

Di tengah perubahan ini, ilmu sosial menghadapi tantangan yang sangat serius, yang jika tidak direspons dengan menyesuaikan pemahaman akan dunia yang dihadapi, maka ilmu sosial akan dihadapkan pada masa depan yang suram.

Baca Juga:  Predator Alami Direkomendasikan untuk Kendalikan Serangan Belalang Kembara di Sumba

“Di tengah pandemi yang tengah berlangsung, yang menjadi tantangan luar biasa, sangat krusial untuk membangkitkan semangat kritik ilmiah dan mencari solusi terhadap persoalan yang menjangkit masyarakat modern dan post-modern hari ini,” terang Direktur PSSAT UGM Prof Dr phil Hermin Indah Wahyuni MSi.

Dalam kesempatan yang sama Rektor UGM Prof Ir Panut Mulyono MEng DEng IPU ASEAN Eng mengungkapkan, bahwa ilmuwan sosial, dalam beragam disiplin, harus terus berupaya memahami, merefleksikan, memikirkan ulang, dan secara kritis menganalisis dunia sosial. Hal ini menjadi relevan di tengah situasi pandemi global yang telah dan masih akan menghadirkan ketidakpastian di tegah masyarakat.

“Kehidupan di abad 21 telah dan akan terus diisi dengan situasi yang baru dan berbeda. Di dunia pasca pandemi, di mana kita akan eksis berdampingan dengan COVID-19, kita akan terus dipengaruhi oleh ketidakpastian pada skala lokal dan global,” kata Panut. (Sukron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *