Wiradesa.co – Saat wabah COVID-19 melanda Indonesia, Taufik Muhtar Adi Saputra mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menciptakan karya motif batik Korona. Motif dengan gaya kontemporer ini dibuatnya saat kuliah kerja lapangan di Sembung Batik Dusun Sembungan, Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Motif batik Korona didominasi warga biru cerah. Warna cerah itu simbul kegembiraaan, Saya ingin mengingatkan pada masyarakat untuk tidak terus bersedih menghadapi pendemi COVID-19. Karena di balik wabah itu sebenarnya ada hal yang nantinya bisa menggembirakan masyarakat,” ujar Taufik saat berbincang dengan wartawan Wiradesa di Gallery Sembung Batik, Jumat (7/8/2020).
Mahasiswa ISI ini ingin menghibur masyarakat, khususnya pecinta batik, dengan karya yang menggembirakan. Batik Korona warnanya cerah, didominasi warna terang, dan jika dipakai membuat pemakainya semringah. Ternyata karya mahasiswa ini sudah laku dibeli pembeli. Harganya Rp300.000.
Batik Korona, karya Taufik, merupakan perpaduan antara cap, sapuan kuas, cipratan warna, dan goresan canting. Dengan model garapan seperti itu, maka tidak bisa diduplikasi atau dibuat massal. “Karya itu hanya untuk satu kain. Jadi tidak ada duanya,” ujar Taufik yang KKL di Sembung Batik bersama Ardi dari Jurusan Kriya Tekstil ISI.
Pemilik Sembung Batik, Sogirin, mengapresiasi karya Taufik. Bagi Kang Girin, batik yang bagus itu batik yang laku di pasar. Kalau tidak laku, maka tidak baik. “Karya mas Taufik itu bagus, karena sudah dibeli orang. Meski harganya Rp300.000 tetapi itu termasuk laku,” kata Kang Girin.
Taufik dan Ardi direncanakan KKL di Sembung Batik selama enam minggu. Setiap minggu, tiga hari kerja lapangan dan tiga hari membuat laporan. Dalam enam minggu diharuskan membuat tiga motif batik. Ukuran kain panjang dua meter dan lebar 1,15 meter. Mahasiswa dibebaskan untuk berkarya. Pihak Sembung Batik tidak mengarahkan untuk membuat batik dengan motif tertentu.
Selain dari mahasiswa ISI, Sembung Batik juga menerima tiga mahasiswa UNY yang kerja praktik di Gallery Sembung Batik, Sembungan, Gulurejo, Lendah, Kulonprogo. Tiga mahasiswa Pendidikan Teknik Busana UNY itu Hanifah, Jesika, dan Ina. Mereka belajar batik dari proses awal hingga akhir, masih ditambah desain baju batik.
Para mahasiswa merasa senang dengan sikap pemilik Sembung Batik yang terbuka jika ada mahasiswa atau pihak lain yang ingin belajar batik. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Mahasiswa bisa belajar langsung mulai dari desain, pengecapan, goresan kuas, pewarnaan, pencelupan, sampai pembatikan.
Bagi Kang Girin, ilmu yang bermanfaat itu pahala yang tidak akan terputus. Soal rezeki sudah ada yang ngatur dan tidak akan tertukar. Maka tidak ada untungnya pelit ilmu. Tidak ada yang ditutup-tutupi semua proses pembatikan di Sembung Batik. (Ono)