KULONPROGO – Upaya pelestarian burung di Kalurahan Jatimulyo, Girimulyo pada akhirnya menemui titik balik. Populasi burung di Jatimulyo makin meningkat. Tercatat jenis burung yang pernah ditemui mencapai 110 jenis.
Ketua Desa Wisata Jatimulyo Andri Suhandri mengatakan, dari sekian ratus jenis burung, yang ikonik di Jatimulyo yakni burung sulingan (cyornis banyumas). Upaya konservasi burung dimulai 2014 dengan ditetapkannya peraturan desa (Perdes) Nomor 8 Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Di pasal 7c disebutkan, semua jenis burung dan ayam hutan di Jatimulyo dilarang untuk ditangkap. “Semua jenis burung dilindungi di Jatimulyo,” kata Andri.
“Burung sulingan jenis kicauan yang paling dicari pemburu. Dari pengamatan jenis burung yang pernah terlihat di sini termasuk burung migrasi yang transit seperti sikep madu asia,” imbuhnya.
Terpantau pula keberadaan burung lain misalnya burung madu jawa, cabai bunga api, pijantung kecil, burung madu kelapa, sriganti, cekakak jawa, raja api punggung merah. Kekayaan satwa burung yang sangat bervariasi jenisnya, beserta upaya konservasi burung menarik perhatian khalayak. Bahkan menarik perhatian wisatawan mengamati burung juga kalangan peminat fotografi. Tak sedikit dari mereka sengaja datang untuk melihat, mengamati dan mengabadikan kehidupan sehari-hari burung di habitat alam Jatimulyo.
Kunjungan wisata mengamati burung dan fotografi ke Jatimulyo –kalurahan yang berjuluk desa ramah burung, kini dikelola Kelompok Tani Hutan (KTH) Wana Paksi sebagai mitra desa wisata. Personel dari KTH antara lain berperan sebagai pemandu wisata, menyiapkan hiding (tempat khusus bagi fotografer untuk ‘bersembunyi’ saat memotret burung di alam). Personel KTH ada pula yang bertugas rutin menyiapkan pakan di dekat hiding agar burung mau datang rutin ke spot wisata foto.
“Dengan diberi pakan, burung akan rutin datang. Ketika ada kunjungan wisata memotret hiding sudah disiapkan pada jam tertentu burung akan datang ke lokasi untuk makan,” ujarnya.
Mengamati burung, pihak desa wisata dan KTH Wana Paksi menyediakan alat binokular sedangkan bagi yang memotret membawa perlengkapan kamera secara mandiri. Kunjungan wisata mengamati burung durasi pendek sekitar 1-2 jam. Biaya wisata bird watching dipatok Rp 50 ribu perorang minimal 10 orang. Sedangkan untuk fotografi dikenakan biaya Rp 500 ribu perorang.
Kesuksesan Jatimulyo dengan menerapkan perdes lingkungan hidup tak lepas dari dukungan warga setempat. Masyarakat berperan aktif khususnya dalam program konservasi burung dengan tak menangkap burung di alam. Juga mau melaporkan para pencari burung dari luar wilayah yang masuk untuk memburu dan menangkap burung.
“Kalau masyarakat tak peduli, aturan berupa perdes hanya akan menjadi tumpukan kertas di kalurahan. Tapi masyarakat Jatimulyo proaktif. Ketika menjumpai orang mencari burung di kebun atau hutan, warga akan melaporkan ke pengurus desa wisata atau ke KTH Wana Paksi. Kami akan datang, menegur dan meminta agar burung hasil tangkapan segera dilepas kembali ke alam,” imbuh Andri.
Di samping kesediaan masyarakat melapor bila ada perburuan burung, konservasi burung ditunjang dengan progam adopsi sarang burung.
Prinsip dari program adopsi sarang burung adalah mengamankan sarang burung untuk bertelur dan menetaskan anakan, meloloh anakan, hingga burung anakan bisa terbang.Tujuan adopsi sarang burung agar populasi burung di kawasan tersebut terus bertambah.
“Awal donasi untuk program adopsi sarang burung ditanggung pihak Kopi Sulingan. Kemudian mulai ditata lebih mendetail pada 2019. Terdapat tiga kategori program adopsi sarang burung,” jelasnya.
Prioritas pertama burung ikonik yang langka, prioritas kedua burung pemangsa, prioritas ketiga burung kebanyakan namun disukai kalangan penghobi fotografi. Biaya yang didonasikan para adopter pun dibedakan. Adopter mulai dari perorangan, instansi, lembaga perusahaan, hingga pejabat perguruan tinggi.
“Seorang adopter akan berdonasi untuk burung ikonik seperti burung sulingan Rp 1,5 juta. Untuk burung kedua jenis pemangsa donasi adopter Rp 1 juta sedangkan jenis ketiga burung pada umumnya tapi disukai kalangan fotografi, donasi adopsi sarang burung Rp 800 ribu,” jelas Andri.
Proses adopsi sarang burung dimulai dari warga yang menjumpai susuh (sarang) burung melapor kepada pengurus KTH Wana Paksi. Pihak KTH Wana Paksi kemudian akan mempromosikan kepada para calon adopter perorangan dan masyarakat luas, instansi, perusahaan dan berbagai pihak yang peduli terhadap konservasi burung. Setelah mendapatkan adopter maka akan ditugaskan orang untuk memonitor, melihat dan mengamati sarang burung, indukan bertelur, menetas dan meloloh anakan. Proses adopsi sarang burung selesai ketika anakan dipastikan sudah bisa terbang.
“Yang mengadopsi sarang burung mendapat e sertifikat. Sedangkan bagi warga yang awal melapor melihat susuh diberi insentif Rp 75 ribu. Pemilik tanah yang terdapat susuh diberi insentif sebesar Rp 125 ribu, lokasi tanah ada di RT berapa, diberikan pula insentif untuk kas RT. Dana donasi juga diperuntukkan bagi keperluan menyiapkan hiding tempat sembunyi selama mengamati burung. Sisa donasi untuk kas KTH, dipakai antara lain buat membikin plang larangan menangkap burung, banner sosialisasi konservasi burung dan suport event yang ada di masyarakat,” ungkap Andri.
Dengan adanya insentif bagi peran aktif warga yang terlibat dalam adopsi sarang burung, makin meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengkonservasi burung. Dulu ketika belum ada larangan berburu yang diuntungkan adalah para pemburu. Tapi sekarang warga ikut menikmati ketika ikut berperan dalam program adopsi sarang burung. Entah sebagai pelapor, pohonnya ketempatan sarang burung, tanahnya ketempatan pohon yang ada sarangnya, masih ditambah lagi pemasukan tambahan bagi kas RT setempat.
Di Jatimulyo terdapat 12 wilayah padukuhan. Populasi berbagai jenis burung merata di setiap padukuhan. Namun untuk kegiatan konservasi burung masih terfokus di empat padukuhan yaitu Banyunganti, Gunungkelir, Sokomoyo dan Jonggrangan. Ditambahkan, dengan vegetasi alam yang masih sangat terjaga keasriannya, beberapa jenis pohon menjadi habitat tempat tinggal burung. Tanaman kapulaga, empon-empon menjadi habitat burung pelanduk topi hitam. Pohon kakao, kopi menjadi habitat kesukaan burung sulingan, madu-madu. Jenis pohon tinggi macam beringin, gondang menjadi habitat elang ular, bido, alap-alap jambul. Sedangkan kutilang emas lebih banyak berhabitat di lubang bambu dan lubang batu.
Atas kegigihan para pengurus desa wisata, Pokdarwis, KTH Wana Paksi, pemuda karang taruna, pemerintah kalurahan dan warga masyarakat Jatimulyo dalam konservasi dan memberdayakan pariwisata di wilayahnya, baru-baru ini Kalurahan Jatimulyo masuk daftar 15 desa peringkat terbaik kategori maju/mandiri dalam lomba desa wisata Nusantara 2023. Kalurahan Jatimulyo Kapanewon Girimulyo Kulonprogo berada di peringkat lima. Sebuah prestasi yang tentu sangat membanggakan. (Sukron)