Desa Berdikari, Gebangsari Kembangkan Wisata Gerabah

Aneka produk gerabah Desa Gebangsari (Foto: Wiradesa)

KEBUMEN – Kerajinan gerabah telah lama jadi ikon Desa Gebangsari. Pasalnya sebagian besar warga desa di Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen itu menggantungkan hidup dari usaha kerajinan gerabah.

Produksi gerabah di Gebangsari telah berlangsung turun-temurun. Usaha tersebut merupakan warisan para orangtua terdahulu. “Hampir 70 % warga Gebangsari berprofesi sebagai perajin gerabah,” kata Dalmo, Kepala Desa Gebangsari kepada Wiradesa.co, Rabu 21 April 2021.

Seiring perkembangan zaman, gerabah mulai tergantikan dengan perkakas yang terbuat dari plastik maupun aluminium. Namun, hal itu tak membuat patah semangat para perajin gerabah di Gebangsari. Bahkan animo masyarakat menekuni kerajinan gerabah makin meningkat seiring lahirnya inovasi seperti dari pemerintah desa, pendamping desa maupun lainnya yang menggagas kampung wisata gerabah Gebangsari pada 2017.

Kepala Desa Gebangsari, Dalmo (duduk) bersama para perangkat desa (Foto: Wiradesa)

Meski belum di-launching secara resmi sebagai desa wisata, kampung wisata gerabah Gebangsari sudah banyak mendapatkan kunjungan. Dijelaskan olehnya, berdasarkan data yang ada, pada 2017-2018 lebih dari 6 ribu pengunjung datang ke kampung wisata gerabah Gebangsari. Beberapa yang pernah datang berkunjung antara lain Disperindag Kebumen, Dinas Pariwisata Kebumen serta rombongan edukasi para pelajar dari tingkat Paud, SD, SMP dan SMA. Biasanya para pengunjung belajar cara membuat gerabah lalu di akhir kegiatan, pengunjung diperbolehkan membawa hasil kerajinan gerabah buatannya. Bukan hanya warga lokal Kebumen, sebagian pengunjung datang dari luar kota seperti Purbalingga, Lampung.

Baca Juga:  KH Muhammad Abdul Haq Isi Pengajian Isra Miraj di Masjid Baitul Mukhlasin Kebulusan

“Gebangsari termasuk desa berdikari. Konsep dalam desa berdikari yaitu meningkatkan kualitas pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Sasaran utamanya peningkatan kesejahteraan warga,” imbuh Dalmo. Dengan implementasi desa wisata, dari pemerintah daerah memberikan dana hibah sebab termasuk dalam desa berdikari. Dana tersebut juga disalurkan kepada para perajin agar lebih tekun berkreasi membuat gerabah.

Kawasan Galeri yang sedianya akan dijadikan sebagai titik kumpul kunjungan wisata gerabah Desa Gebangsari (Foto: Wiradesa)

Dengan adanya program kampung wisata gerabah Gebangsari, dengan sendirinya memacu para perajin makin kreatif dalam berkarya. Dari kreativitas tersebut, model dan varian juga nilai seni pada produksi gerabah semakin berkembang. Perajin tak hanya membuat gerabah saja tetapi mulai membikin perkakas dan perabot lainnya.

Ketika pandemi tiba, perajin banyak yang berinovasi membikin vas bunga. Salah satunya, Siis. Siis perajin yang sudah lama menekuni gerabah, kini mencoba membuat aneka vas bunga. “Melihat masyarakat banyak yang menggandrungi tanaman hias selama pandemi, kemudian saya mencoba berkreasi dengan membuat vas. Alhamdulilah, pemasaran cukup bagus,” urai Siis. Dengan dibantu anaknya, proses pemasaran vas tidak hanya secara langsung tetapi juga lewat online. Hasilnya cukup menggembirakan serta bisa untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Baca Juga:  Blengketan dan Asal-Usul Desa Kedungwinangun

Pemerintah Desa Gebangsari terus bergerak untuk mengembangkan potensi desa. Antara lain lewat dibangunnya galeri sebagai titik kumpul bagi para wisatawan yang berkunjung. “Bangunan tersebut masih dalam proses pembangunan. Dana tersebut diperoleh dari lomba desa berinovasi sekitar 2018-2019. Kami mendapatkan dana Rp 125 juta,” ungkap Dalmo, kepala desa yang baru menjabat selama 2 tahun.

Dia berharap, galeri itu bisa segera dirampungkan dan dioperasikan supaya pengunjung semakin tertarik mampir berwisata ke Gebangsari. Bila dulu Gebangsari dikenal lantaran aneka kerajinan gerabah seperti ciri, muthu, kendi yang kuat, garapannya halus maka dengan pengelolaan oleh Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), ke depan diharapkan makin maju dan berkembang. Banyak dikunjungi orang yang berminat untuk berwisata edukasi. (Nur Anggraeni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *