Di Desa Grujugan, Umumnya Warga Menganyam Bambu Bikin Tudung

Musriyah menganyam bambu bikin tudung (Foto: Wiradesa)

KEBUMEN – Di wilayah Desa Grujugan, Kecamatan Petanahan, Kebumen, hampir setiap keluarga membuat kerajinan tudung atau caping dari bambu. Hal itu dikatakan Musriyah (37), istri ketua RT 4 RW 1, Desa Grujugan, pada Minggu, 28 Maret 2021.

Dijelaskan olehnya, pembuatan tudung menjadi mata pencaharian umumnya warga Grujugan. Setiap pagi, semua warga sudah duduk di rumah masing-masing. Semua bersiap untuk menganyam bambu di rumah sendiri. “Terkadang, kami juga brayan bersama tetangga sekitar. Kumpul bersama sambil menganyam berkumpul di satu tempat,” imbuh Suryati (54), salah satu pengrajin tudung yang tinggal di RT 04, RW 1, Dukuh Enthak, Desa Grujugan.

Saat Wiradesa.co berkunjung ke desa tersebut, terlihat di masing-masing rumah, warga sedang sibuk menganyam. Kegiatan ini sudah dilakukan secara turun-temurun bisa dikatakan sebagai sumber mata pencaharian utama. Di samping pertanian. “Apabila kegiatan di sawah sedang banyak maka kami tetap menganyam dan biasanya dilembur malam hari. Jadi setiap sehari sekali mesti menganyam,” urai Surasih, salah satu pengrajin tudung lainnya.

Baca Juga:  Nilai Jual Lebih Tinggi, Petani Beralih Tanam Kangkung

Beberapa peralatan dan bahan dibutuhkan untuk menganyam tudung. Antara lain bambu, bahan karpet, lading, bendo, rafia, senar, benang jahit, jarum kuning dan jarum jahit yang agak tebal. Menurut Suryati atau biasa disapa Yati, untuk bambunya sendiri biasanya warga membeli di pasar. Sekali beli biasanya satu ruas bambu. Selanjutnya, harga bambu berkisar Rp2 ribu-2,5 ribu.

Langkah-langkah membuat tudung. Siapkan semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan. Bambu dipotong-potong. Kemudian bambu yang sudah dipotong dibelah satu persatu. Jangan lupa untuk dicatuti dibelahi tipis-tipis. Jika semua sudah siap barulah pengrajin bisa memulai untuk menganyam.

Warga Desa Grujugan secara turun-temurun identik dengan kerajinan anyaman bambu (Foto: Wiradesa)

Waktu untuk menyelesaikan anyaman menyesuaikan dengan kondisi masing-masing pengrajin. Menurut Yati, sebagai pengrajin memang fokus utama menganyam. Namun, masyarakat juga sambil mengolah lahan pertanian. Ketika sedang banyak kerjaan di sawah, warga tetap bisa membagi waktu dengan baik untuk menganyam. “Biasanya juga sambil di lembur malam hari,” tuturnya.

Apabila menganyam sudah selesai. Berikutnya, anyaman di pincuk. Setelah selesai, di bagian luar dilapisi menggunakan anyaman bambu lagi. Namun, anyamannya lebih halus sehingga terlihat rapi. Di sela-sela itu anyaman tudung dislentengi. Dalam hal ini di dalamnya dikasih pengikat biar kuat. Terakhir, dijeplusi menggunakan jarum dengan di sampingnya diberi potongan karpet. “Akhirnya tudung jadi,” jelasnya. Jangan lupa untuk dijemur terlebih dulu tudungnya supaya tidak berjamur.

Baca Juga:  Pengelolaan Sampah di Kebumen Diharapkan Satu Desa Ada Satu TPS3R dan Bank Sampah

Sekali proses produksi kerajinan biasanya sampai satu kodi. Hasilnya sebagian besar dijual ke Pasar Gamblok. Akan tetapi, tidak hanya dijual di pasar saja. Pengrajin juga menerima pesanan untuk kerajinan anyaman dari bambu. Biasanya ada orang yang memesan dari luar kota seperti Cilacap.

Desa Grujugan sudah turun-temurun identik dengan kerajinan anyaman bambu. Selain tudung, ada juga kukusan, kipas, besek. Kegiatan ini bukan hanya untuk menambah ekonomi masyarakat tetapi juga menjaga warisan budaya dari nenek-moyang. (Nur Anggraeni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *