Jamu Marikem, Pelanggan dari Orang Biasa Hingga Kalangan Bermobil

Bu Marikem meracik jamu untuk pelanggan

Wiradesa.co- Gerusan kunyit, kencur, temu lawak dan lempuyang, ditambah cabai jamu yang telah dihaluskan serta aneka rempah pendukung, kapulaga, cengkeh, manis jangan menjadi bahan utama jamu tradisional di rumah Marikem (60). Semua bahan dihaluskan dengan gerusan mesin dikerjakan siang hari oleh Sudi Raharjo (58) suami Marikem. Di tangan perempuan bernama asli Sutini itu, bahan halus kemudian diracik menjadi aneka jamu sesuai pesanan pelanggan.

“Pelanggan datang mulai 17.00. Paling banyak pesan jamu uyup-uyup untuk anak balita. Bahannya antara lain kunyit, lempuyang, temu ireng, temu lawak, kalau anak rewel ditambah sawanan, lirang, dlingo bengle,” ujar Marikem Minggu (19/7/2020) petang.

Meski berbahan tradisional, jamu Marikem terbilang kondang. Saban sore buka hingga pukul 21.30 menghabiskan satu kilogram kencur, setengah kilogram kunyit dan temulawak. Para pelanggan selain dari seputar Kulonprogo juga wilayah lain bahkan ada yang datang dari Purworejo dengan waktu tempuh satu jam perjalanan kendaraan pribadi dari rumah Marikem di Karangwetan Salamrejo Sentolo, Kulonprogo.

Baca Juga:  Dua Syarat Minum Jamu Berbahan Baku Tanaman Herbal

Guna memenuhi permintaan jamu para pelanggan, saban dua hari sekali Marikem berbelanja aneka bahan jamu tradisional ke Pasar Sentolo lama, sekitar setengah jam ditempuh bersepeda.

Perihal harga jamu, Marikem menuturkan, jamu uyup-uyup dihargai Rp 5 ribu, sedangkan jamu pegal linu dan sehat lelaki untuk para bapak kini dia banderol Rp 7 ribu, bila ditambah madu dan telur bebek harga tambah sedikit jadi Rp 12 ribu. “Tak kurang 15 orang lebih setiap sore yang datang pesan jamu. Umumnya langganan. Tapi ada pula yang datang manakala kurang enak badan saja,” kata Sudi Raharjo.

Belasan tahun menggerus dan meracik jamu, tangan Marikem sangat terampil menakar dan mencampur aneka bahan menjadi minuman jamu sesuai kebutuhan. Meja kerjanya berukuran kecil hanya cukup untuk menata dagangan jamu. Dia duduk manis menghadap meja dengan gerusan bahan jamu tertata di atasnya. Marikem mengisahkan, dia meracik jamu sejak 1985. Pertama kali jualan di Pasar Wirobrajan hingga 1995 dagang jamu botolan. Dari lokasi pertama di beralih ke lokasi jualan di Pasar Sentolo lama. Setelah pelanggan mulai banyak, dia memilih menetap berjualan di bangunan sayap kanan rumahnya.

Baca Juga:  Menjaga Jogja Tetap Ayem Tentrem

“Untung tak pernah dihitung. Apalagi di warung tak hanya sedia jamu. Ada bensin botolan, rokok, minuman kopi sachet bahkan gula dan telur. Kadang ada yang antre beli jamu sekalian beli rokok. Duit pemasukan dicampur jadi satu,” ujarnya.

Bagi Marikem, jualan jamu menjadi kesibukan yang mengasyikkan. Menurutnya, para pembeli dari orang biasa hingga kalangan bermobil terbilang loyal. Relasi yang terjalin antara dia dan para pelanggan pun cukup akrab. Bahkan guyonan, tawa renyah dan tegur sapa dengan para pembeli merupakan hal lumrah dan hal itu membuat suasana antre jamu mencair. “Yang datang beli jamu banyak yang sudah berlangganan lama. Jadi seperti ketemu saudara saja,” timpal Marikem. (Sukron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *