Kisah di Balik Keeksotisan Goa Ngerong

Keeksotisan Goa Ngerong terletak pada dinding-dinding goa yang dipenuhi kelelawar. Sementara di bawahnya terdapat aliran air yang dipenuhi banyak ikan maupun kura-kura (Foto: Wiradesa)

TUBAN – Goa Ngerong, destinasi wisata alam yang terletak di Jl Raya Rengel No 155, Dusun Purboyo Mayang, Rengel, Kabupaten Tuban. Berkunjung ke Goa Ngerong, para wisatawan akan disuguhi pemandangan eksotis. Keeksotisan Goa Ngerong terletak pada dinding-dinding goa yang dipenuhi kelelawar, sementara di bawahnya terdapat aliran air yang dipenuhi banyak ikan beserta kura-kura.

Tepat setelah pintu masuk, terdapat aliran air memanjang yang biasa digunakan renang anak-anak maupun orang tua yang menemani. Saat itu, terlihat pula beberapa wisatawan yang sedang mengambil foto, hingga sibuk memberi makan ikan-ikan beserta kura-kura yang berada di dalam aliran air Goa Ngerong.

Di awal-awal Covid-19, terhitung Maret- Agustus 2020, wisata Goa Ngerong sempat ditutup sementara waktu. Mulai dibuka kembali saat dikeluarkannya kebijakan new normal. Meski begitu, para pengunjung diimbau untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.

Pengelolaan Goa Ngerong

Saat bertemu perangkat Desa Rengel, Ahmad Jauhari dan Ainut Taufiq, mereka menyampaikan, Goa Ngerong mulai diresmikan menjadi wisata desa pada 1990.

Disampaikan pula, kepala dusun sebagai pengelola atau koordinator yang membawahi petugas loket dan satpam penjaga. Hingga saat ini, terhitung sudah beberapa kali mengalami pergantian pengelola. Zamroni (42), Kepala Dusun Purboyo Mayang sejak 2019 hingga saat ini, yang bertanggung jawab atas tata kelola Goa Ngerong.

Zamroni juga mengiyakan kalau keunikan atau ciri khas wisata Goa Ngerong terletak pada goa yang dipenuhi beragam ikan, kura-kura, serta kelelawar yang hampir menutup dinding-dinding goa.

Baca Juga:  KWHL Akan Menyelenggarakan Workshop Pengelolaan Homestay Desa
Tampak pinggiran Goa Ngerong dari luar (Foto: Wiradesa)

Selama menjadi pengelola, terang Zamroni, wisatawan yang datang berasal dari berbagai daerah yang ada di dalam negeri. Sebelum pandemi, angka wisatawan pada waktu libur bisa menembus 4000/hari. Untuk hari biasa, sekitar 40-50 pengunjung/hari. Sedangkan selama pandemi, paling ramai sekitar 250/hari, dan 15-20 pengunjung/hari, di luar hari libur.

Berasal dari sumber mata air yang terletak di daerah Semanding, membuat aliran air Ngerong tidak pernah mengalami kekeringan meski musim kemarau. Dijelaskan pula, yang membuat air tetap lestari, karena sumber mata airnya terletak di daerah yang dipenuhi rerimbunan pohon. Sedangkan di sekitar Ngerong, lebih dikenal dengan bukit kapur. Sehingga, tanah yang dihasilkan kurang baik untuk ditanami tanaman.

Pernah pula, ada kejadian longsor yang diakibatkan penggalian batu kapur yang terletak di sekitar Goa Ngerong. Karena rawan longsor, aktivitas penggalian batu kapur sudah dilarang dan ditutup. “Dulu sempat longsor, sehingga airnya menjadi dangkal,” ujar Zamroni saat ditemui di lokasi Goa Ngerong, beberapa waktu lalu.

Dituturkan Zamroni, orang yang pernah menelusuri ke dalam Goa Ngerong yakni Ali Fachrudin anggota pecinta alam. Katanya, masuk sejauh 2 km, ada goa yang menutupi, sehingga tidak bisa dilewati, karena tembusannya masuk ke dalam air.

Sejarah Goa Ngerong dan Rumor yang Beredar

Baca Juga:  Wajan Raksasa Jadi Obyek Wisata

Samin (60), juru kunci dari generasi ke-4. Yakni buyut, simbah, bapak, kemudian dirinya. Selama menjadi juru kunci, tentunya banyak kejadian dan beragam pengalaman yang didapat. Diceritakan, sejarah Goa Ngerong sudah turun temurun dan menjadi cerita legenda dari dulu, terkhusus di Desa Rengel

Sebelum menjadi tempat wisata, Goa Ngerong dipercaya sebagai tempat untuk meminta suatu hajat atau berdoa di setiap Jumat Pahing. Pun, saat ini juga masih ada.

Nama Ngerong sendiri, kata Samin, sudah ada dari dulu. Ada pula yang mengatakan, dinamakan Ngerong karena bentuk atau wujud dari goa yang ngerong ke bawah.

Alkisah, zaman dahulu ada seseorang bernama Ki Jalak Ijo yang tinggal di sekitar Goa Ngerong. Konon, Rengel (nama saat ini) termasuk daerah kering dan tandus. Suatu hari seorang perempuan bernama Dewi Laras, yang bertempat tinggal di oro-oro ombo, di atas Goa Ngerong, usai melahirkan, membutuhkan air. Dengan susah payah (ngerengkel-ngerengkel), Dewi Laras mencari air ke sana ke mari, sampai masuk ke goa, tetapi tak kunjung mendapatkan. Akhirnya, ia menangis sembari menggendong bayinya.

Mengetahui itu, Ki Jalak Ijo pun iba dan menolong Dewi Laras. Dengan segera, Ki Jalak Ijo menancapkan tongkatnya di sekitar goa. Setelah tongkat itu dicabut, keluarlah air, beserta ikan-ikan, ular, dan kura-kura, yang masih ada hingga saat ini.

Baca Juga:  Desa Wisata Sendang Kembangkan Wisata Bahari dan Sungai

Oleh Ki Jalak Ijo, ikan, ular, kura-kura, maupun semua yang ada di goa merupakan amang-amang/peliharaan yang tidak boleh diganggu. Siapa pun yang berani mengganggu maupun mengambil hewan-hewan tersebut, lanjut Samin, yang pernah kejadian, orang tersebut tertimpa sakit maupun tidak selamat.

Mulai adanya kelelawar, imbuh Samin, sekitar 1990. Saat itu masih di dalam goa. Karena terus berkembang biak, jumlah kelelawar semakin banyak sampai ke luar di dinding-dinding luar goa. Setiap pukul 18.00, kelelawar beterbangan ke luar, dan ketika sudah kenyang, di waktu Subuh, mereka akan kembali ke tempatnya semula.

“Semuanya. Yang ada di lokasi sini, tak boleh diganggu, apalagi diambil. Di sisi lain, bahayanya kan karena ikan-ikan ini makan kotoran kelelawar yang jatuh,” tutur Samin yang saat itu duduk di pinggiran aliran air, tepat di depan Goa Ngerong.

Para pengunjung tampak ada yang sedang berenang di aliran air Goa Ngerong, bagian depan usai pintu masuk (Foto: Wiradesa)

Disampaikan Samin, panjang Goa Ngerong sekitar 30 km. Di dalamnya belok kanan dan kiri, ada banyak sungai. Kemudian, sekitar 10-15 km dari depan goa, terdapat sumber mata air di bawah tanah yang naik ke atas batu. Karena saking kerasnya air sampai bisa melompati batu, tambah Samin, diberi nama Grujugan Sewu.

Selain itu, aliran air dari Goa Ngerong juga dimanfaatkan untuk pengairan sawah-sawah, terutama yang ada di Desa Rengel. (Septia Annur Rizkia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *