Nur Laela, Produksi Sagon Teruskan Usaha Orangtua

KEBUMEN – Sebagai produk khas Desa Kebulusan, sagon masih bertahan. Meski tak termasuk sebagai camilan kekinian, nyatanya permintaan penganan terbuat dari bahan utama tepung ketan, parutan kelapa dan gula pasir masih terus mengalir.

“Tiap minggu masih bikin, satu atau dua kali dalam seminggu tetap ada aktivitas produksi. Bahkan menjelang pergantian tahun ini ada pesanan sekitar dua kuintal. Satu kuintal sudah dikirim belum lama ini ke toko jajanan khas di Pasar Tumenggungan,” ucap Nur Laela (34), seorang pembuat sagon di Kebulusan, ditemui Senin (21/12/2020).

Pembuat sagon di desa yang masuk wilayah Kecamatan Pejagoan berjarak sekitar lima kilometer dari pusat kota Kebumen kini memang tak sebanyak sepuluh tahun lalu. Pasalnya tak semua anak-anak pemilik usaha sagon mau meneruskan usaha orang tua mereka. Sebagian beralih menekuni usaha lain seperti usaha rias pengantin, beternak, produksi genteng dan usaha dagang atau jasa.

“Tiga tahun ini meneruskan usaha produksi sagon. Dulu orang tua mulai merintis usaha sagon pada 1990-an. Sebelum produksi sendiri awalnya menjual sagon milik orang. Setelah punya pelanggan, orangtua mengolah sagon sendiri,” tuturnya.

Baca Juga:  Woko Wader Sediakan Tongseng Emprit

Perempuan yang akrab disapa Ela menuturkan, sekali produksi sagon dengan 50 butir kelapa, 40 kg tepung ketan, dan 22 kg gula pasir, akan didapat 65 kg sagon. “Ramai pesanan memang bisa tergantung musim. Seperti mau Lebaran, mau Liburan. Mau tahun baru hari ini ada pesanan 40 kg sagon tapi belum bisa terpenuhi lantaran hujan, tepungnya belum kering betul jadi produksi agak telat,” jelas Ela.

Nur Laela dan tepung ketan bahan bagu sagon. Sebelum diolah, tepung ketan dijemur hingga benar-benar kering (Foto: Sukron/Wiradesa)

Bersama Rohmatun (Yu Rohmah) ibunya, pemilik merek sagon ‘Dua Mangga’ membeberkan bagaimana urutan pengolahan sagon. Tepung ketan terlebih dahulu dijemur dua-tiga hari saat cuaca panas hingga benar-benar kering. Bila kurang kering produksi sagon dijamin gagal. Tepung ketan kering diaduk bersama kelapa parut. Dicampur atau diuleni dengan tangan hingga merata. Tambahkan bahan lain gula pasir sesuai takaran juga garam serta vanili secukupnya. Setelah semua bahan teraduk rata, proses berikutnya pencetakan dan pemanggangan di atas tungku guna mematangkan sagon hingga berubah warna agak kecoklatan.

Di dapur produksi sagon, Ela dibantu tiga orang tenaga kerja sementara pengemasan dia lakukan sendiri bersama ibunya. “Harga jual sagon dari sini Rp30 ribu sekilonya. Untuk biaya produksi misal sekali produksi mengolah 50 butir kelapa, 40 kg tepung ketan, 22 kg gula pasir, termasuk sama tenaga yang kerja, dihitung-hitung modalnya sampai Rp 1 juta lebih,” ujar Ela.

Baca Juga:  Usaha Produksi Tempe Kedelai Masih Menguntungkan

Ela bertekad meneruskan produksi sagon milik orangtua karena sayang merek sagon sudah cukup dikenal oleh para pelanggan. Di samping itu, ibunya sudah repot bila mengurusi produksi dan dagang sagon sendiri. “Yang jelas dengan kegiatan produksi sagon sebagai ibu rumah tangga jadi tidak nganggur, selalu punya kesibukan, sedangkan anak sudah bisa disambi,” katanya. (Sukron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *