SLEMAN – Dawet ayu, minuman khas Banjarnegara. Di aerah asalnya, dawet ayu mudah ditemui di berbagai sudut kota seperti di sekitar Alun-alun. Dawet ayu juga telah menyebar ke berbagai kota. Tentu saja kebanyakan dibawa oleh warga kabupaten berjuluk Gilar-gilar yang merantau.
Seperti diceritakan Sarkum, warga Desa Bondolharjo Kecamatan Punggelan, Banjarnegara. Sarkum menuturkan, pada 2002, pertama kali ia membuka warung dawet ayu di Sleman dan eksis sampai sekarang. “Sekarang punya tiga gerobak. Saya sendiri jualan di parkir selatan Pasar Sleman, anak jualan di timur pasar dan di Jalan PJKA sementara istri jualan di dalam Pasar Sleman,” tutur Sarkum kepada wiradesa.co yang berkunjung ke rumah kontrakannya di Sleman 3 RT 10 RW 8, Triharjo, pada Rabu 17 November 2021 petang.
Proses pembuatan dawet ayu diterangkan Sarkum. Bahan-bahan antara lain pati aren, tepung beras ditambah campuran pewarna hijau gerusan halus daun pandan. Seluruh bahan direbus sekitar satu jam. Setelah mengental seperti jenang lalu didinginkan dan dicetak menjadi potongan dawet. “Penyajian dengan rebusan gula aren dan gula kelapa. Juga santan kelapa ditambah sedikit rebusan daun pandan yang dihaluskan,” tutur Sarkum.
Sarkum menuturkan, jualan dawet ayu khas Banjarnegara merupakan pengalaman kedua setelah sebelumnya lama jualan bakso. Dia merantau ke Sleman sejak usia 16 tahun ikut saudara dan membantu jualan bakso antara 1989 hingga 2002. “Dari bakso ganti dawet ayu, ceritanya lucu. Dulu ada event sepakbola Piala Dunia. Jadi pedagang bakso sangat sulit kalau mau nonton siaran langsung pertandingan sepak bola. Pasalnya di warung bakso kan full layani pembeli dari pagi sampai malam. Lalu terpikirlah buat jualan dawet yang waktunya lebih pendek. Jualan keliling ke sekolah-sekolah. Dan ternyata laku,” ujar Sarkum.
Resep membuat dawet, lanjutnya, didapatkan dari seorang teman di Banjarnegara. Kini puluhan gelas dawet terjual saban hari. Segelas dawet ayu Kang Sarkum cukup diganti Rp 3 ribu. “Alhamdulillah dari dagang dawet diberi limpahan rezeki, sudah mampu bangun rumah di kampung,” ungkapnya.
Di Yogya, di samping sibuk jualan, Sarkum terhitung aktif sebagai relawan di Komunitas Info Cegatan Jogja (ICJ) Korwil Sleman. Ia kerap kali turun tangan menolong orang-orang yang mengunggah keluhan tengah mengalami halangan di jalan seperti mengalami mati mesin, kebanan, hingga kehabisan bensin. Dengan koordinasi bersama relawan lain atau jalan sendiri, Sarkum menjumpai mereka yang tengah apes dan sebisa mungkin membantu hingga masalah teratasi tanpa memungut imbalan.
“Bisa menolong mereka yang lagi kesusahan rasanya puas. Kebetulan sedikit-sedikit bisa membetulkan motor mogok, juga ada waktu luang buat wira-wiri ambil donasi postingan member grup Facebook ICJ dan mengantarkan kepada yang mereka yang membutuhkan. Menolong sesama karena panggilan hati juga jadi hiburan bagi saya,” kata Sarkum yang juga aktif di komunitas motor Sedulur Touring Merapi Community. (Sukron)