KULONPROGO – Produksi tempe kedelai, salah satu usaha produktif yang relatif bertahan. Bahkan usaha tempe kedelai khususnya di pedesaan tak sedikit yang merupakan usaha warisan keluarga.
Hal itu diakui Kemiran bersama sang istri Siti Soimatun yang sehari-hari memutar usaha tempe kedelai. Dari dapur produksi di rumahnya di kawasan Tegiri I RT 55 RW 20 Hargowilis Kokap, tempe dijual ke pedagang di pasar. Pasar Menguri di Hargotirto, Pasar Magangan, Clereng, juga ke Rumah Makan Joglo Nggirli.
“Sehari mengolah 30-40 kg kedelai. Dari kedelai segitu bisa menjadi 250 kemasan plastik tempe,” kata Siti Soimatun, Senin 21 Agustus 2023.
Kemiran mengatakan, usaha tempe warisan turun temurun dari keluarganya. Produksi jalan saban hari. Di samping jual ke pasar, ia pun pernah melayani penyediaan tempe buat program PKH. “Kapasitas produksi bisa mencapai 100 kg kedelai sehari. Bahkan pernah bikin hingga 150 kg kedelai dalam sehari. Produksi tempe dimudahkan karena kami punya mesin giling kedelai sendiri,” imbuhnya.
Tahapan produksi tempe kedelai cukup panjang. Dimulai dari perendaman kedelai selama 3-5 jam. Setelah mengembang kedelai rendaman direbus. Setelah dientas dari perebusan, kedelai direndam lagi selama satu malam.
“Setelah direbus satu malam, kedelai digiling pakai mesin. Kulit-kulit terlepas dan pisah dari biji kedelai,” jelasnya. Kedelai yang sudah digiling ditampung dalam wadah dan dicuci hingga bersih dan kemudian direbus ulang sampai matang.
“Setelah itu ditiriskan di kasih ragi. Untuk jadi tempe siap konsumsi masih harus menunggu dua hari,” timpal Siti Soimatun.
Harga jual tempe satu bungkus plastik di pasar tradisional Rp 3 ribu. Kemiran menghitung biaya bahan baku dan produksi satu kilogram kedelai menjadi tempe Rp 15 ribu. Dari produksi tempe kedelai, Kemiran menghitung potensi untung perhari antara Rp 150-200 ribu. “Meski untung sedikit tapi masih lumayan,” ujarnya. (Sukron)