BANTUL – Baglog media tanam jamur berisi campuran serbuk gergaji, bekatul, dolomit atau kapur pertanian otomatis akan menyisakan limbah setelah tiga bulan tanaman jamur dipanen. Tetapi limbah baglog tersebut masih dapat dimanfaatkan menjadi pupuk dengan ditambahi bahan untuk difermentasikan. Selain itu, limbah baglog dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya cacing jenis lumbricus sp. Cacing lumbricus sp dapat diolah sebagai bahan pakan ikan, bahan kosmetik hingga bahan obat untuk pereda tipes.
Optimalisasi pemanfaatan limbah baglog media budidaya jamur telah dipraktikkan Hari Wibowo SE, warga Polaman RT 18 Argorejo Sedayu, Bantul. Menurut Bowo, optimalisasi limbah baglog awalnya dijadikan sebagai media budidaya cacing lumbricus sp, setelah cacing dipanen, bekas media budidaya cacing (kascing) sangat efektif sebagai bahan pupuk aneka tanaman. Dari tanaman sayur hingga tanaman buah-buahan.
“Kandungan unsur hara pupuk kascing tinggi. Pasalnya pada saat budidaya cacing, limbah baglog sebagai media budidaya cacing masih ditambahi pakan untuk cacing berupa limbah sayuran, bekatul, hingga ampas tahu. Begitu dipanen cacing dipisah. Limbah budidaya cacing selanjutnya dimanfaatkan sebagai pupuk aneka tanaman sayur hingga tanaman buah,” kata Bowo ditemui di salah satu lokasi pertanian lahan sempit yang ia kelola dengan memanfaatkan halaman rumah di wilayah Sorowajan RT 10 Panggungharjo Sewon, Bantul.
Media tanam, lanjut Bowo, memakai perbandingan 2:1:2. Komposisinya berupa tanah, pupuk kascing, sekam bakar. Campuran ketiga bahan tersebut dapat ditaruh dalam berbagai ukuran wadah; pot, polybag, hingga botol bekas. “Manfaatkan saja botol bekas, untuk lebih praktis dan murahnya. Mulai ukuran kemasan botol air mineral isi 1,5 liter, jeriken bekas ukuran 5 liter, wadah bekas kemasan minyak goreng 2 liter, galon bekas 6 liter dan seterusnya. Semua dapat dimanfaatkan sebagai tempat meletakkan komposisi media tanam,” tuturnya.
Dengan komposisi tanah ditambah pupuk kascing dan sekam bakar, syarat tumbuh awal bagi tanaman telah terpenuhi. Tentu masih ditambah penyiraman. Komposisi ketiga bahan tersebut menurut Bowo terbilang ideal. Diceritakan, berdasarkan pengalaman sendiri, di halaman rumah yang terbilang sempit, tanaman seledri, terong, tomat, daun mint, strawberry, jambu air dan sejumlah tanaman buah lainnya tumbuh subur.
Agar hasil makin optimal, bahan lain berupa hormon pengatur tumbuh, mesti ditambahkan. Namun hormon pengatur tumbuh yang dia tambahkan ke tanaman bukan berasal dari bahan kimiawi tetapi terbuat dari bahan alami. “Hormon pengatur tumbuh, dapat kita racik sendiri. Bahannya air kelapa, daun lidah buaya, gula atau tetes tebu, ditambah telur ayam. Fermentasi awal menggunakan susu fermentasi. Prosesnya selama 14 hari,” urainya.
Kebutuhan hormon pengatur tumbuh untuk tanaman yang ditanam pada media tanam dengan kandungan unsur hara bagus, cukup 10 cc hormon pengatur tumbuh berbahan alami yang telah terfermentasi dilarutkan dalam 15 liter air. Lalu disiram ke tanaman atau bisa pula diaplikasi ke tanaman dengan teknik semprot. Hormon pengatur tumbuh alami tersebut diberikan seminggu dua kali dari saat tanam hingga menjelang panen. Sedangkan untuk tanaman buah, dosis perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pembentukan bunga dan buah.
Menanam pada Lahan Sempit
Bagi pemilik lahan sempit, di perkotaan, resep bertanam yang diterapkan Bowo terbilang tepat. Salah satu triknya menggunakan sistem botol hidroponik. Botol atau media tanam dimodifikasi sedemikian rupa. Bagian atas tempat media tanam berkomposisi tanah, pupuk kascing dan sekam bakar, dihubungkan dengan sumbu pada bagian tengah agar akar dapat menyerap air yang diisi di ruang terpisah pada bagian bawah. “Konsep seperti itu menjadikan kita bisa menghemat media tanam, irit tempat, irit penyiraman,” imbuh Bowo. Dari menerapkan kiat sederhana dalam menanam sayur dan tanaman buah, Bowo telah menikmati hasil. Lahan sempit beberapa meter di halaman rumah, menjadi produktif secara ekonomi dari penjualan bibit, pupuk, ditambah dari hasil penjualan hormon pengatur tumbuh terfermentasi. “Asal nutrisi cukup baik, tanaman akan sehat dan lebih tahan terhadap hama penyakit dan yang pasti tak memakai unsur pupuk kimiawi,” ucapnya. (Sukron)