SLEMAN – Hujan baru saja reda, saat Wiradesa.co berangkat ke kebun sayur milik Kelompok Wanita Tani (KWT) di RW 04, Pedukuhan Santren, Kamis 4 Maret 2021. Genangan air masih tampak di beberapa cekungan dan lubang di sepanjang Jl. Affandi Yogyakarta.
Sekitar 900 meter sebelum ring road utara, Wiradesa.co belok kiri memasuki Jl. Gejayan Palem Kecut untuk sampai ke tempat tersebut. Tampak dari kejauhan Trisumiyati sedang berdiri di depan pintu masuk kebun sayur Tuwuh Makmur.
Setelah saling bertegur sapa, dia pun tanpa lama-lama masuk ke area pertanian. Kemudian bercerita perihal awal mula berdirinya kebun yang menguntungkan banyak orang itu, sambil memperbaiki beberapa lanjaran terong.
“Terbentuknya (KWT) itu pada 2019. Kita bentuknya seadanya, kan ini modalnya banyak. Jadi awalnya itu kita bantingan, hanya beberapa orang. Terkumpul duit, kemudian beli polybag, beli bibit. Untuk media ada juga yang menyumbang, dari peternakan. Di sini kan ada yang punya peternakan toh, jadi kotoran sapi itu diproses pake sekam dan tanah, kemudian jadilah media ini. Untuk media kita memang buat sendiri,” tutur istri Pak RW 04.
Sebelum memanfaatkan lahan kosong bekas bangunan itu, KWT Tuwuh Makmur melakukan penanaman di rumah Ibu Dwi, salah satu anggota kelompok tersebut. Kemudian pada tahun 2020 awal, mereka pindah ke lahan kosong yang luasnya kurang lebih 200 meter persegi.
“Awalnya kita di rumah Bu Dwi. Kemudian awal 2020 kita pindah di sini. Kebetulan ini lahan kosong. Tapi sebelum kita tempati kita pamit dulu kepada yang punya untuk dijadikan tempat pertanian. Akhirnya kita diizinin. Dulunya di sini rumah kontrakan, banyak pohonnya, kemudian kita bersihkan,” tutur perempuan yang dipanggil Bu Tri.
Di kebun tersebut tidak hanya ditanami sayur mayur dan tanaman obat-obatan, tetapi juga menjadi tempat budidaya lele. Yang nantinya akan dinikmati oleh anggota kelompok tani Tuwuh Makmur. “Di sini ada terong, pare, cabai, pare, ada juga tanaman bunga, kalau buah kita mulai menyemai. Ada juga tanaman obat. Untuk saat ini variasinya belum banyak,” katanya.
Setiap harinya anggota kelompok tani yang berjumlah 27 orang tersebut, bergantian menyiram, mencabut rumput, memberi pupuk tanaman, hingga memberi makan lele. “Setiap harinya kita jadwal per dasa wisma, nanti saat kita tugas ya, nyiramin, nyabutin rumput, nata-nata ini juga. Kalau ada yang waktunya dipanen kita panen untuk masak sendiri,” kata Bendahara II KWT Tuwuh Makmur, Saroyo.
Lebih lanjut Saroyo menuturkan, anggota yang memanen atau yang ingin menikmati hasil dari kebun tersebut bisa langsung memetiknya sendiri, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke kas seikhlasnya. Selain itu dia menambahkan, adanya kebun sayur tersebut sangat membantu sekali di tengah pandemi saat ini. “Alhamdulillah, sangat membantu sekali adanya ini (kebun sayur),” katanya.
Lahan kosong yang dulunya banyak sisa-sisa bangunan, dan tumbuhan liar tersebut, kini sudah dipenuhi berbagai macam sayuran, bunga, dan kolam untuk budidaya ikan. Berdirinya kolam tersebut tidak hanya dilakukan oleh kalangan ibu-ibu, tetapi juga dibantu dari kalangan bapak-bapak dalam kerja-kerja berat. Seperti mencangkul, membuat tempat untuk tanaman, dan membuat media untuk tanaman itu sendiri.
“Kalau saya, ya kadang-kadang ke sini. Untuk pekerjaan yang berat-berat di sini, masih membutuhkan bapak-bapak. Kayak memasang ini (atak sebagai tempat istirahat yang ada di kebun),” ungkap Sukadi, salah satu warga yang bantu-bantu di Tuwuh Makmur.
Sesudah panjang lebar berbicara soal kebun Tuwuh Makmur, sambil menikmati teh hangat dan gorengan yang disuguhkan, Wiradesa.co pamit pulang. Melewati sayur mayur yang tumbuh subur, menuju parkiran. (Syarifuddin)