KULONPROGO – Tanaman porang mulai dilirik masyarakat di berbagai wilayah. Tak sedikit yang akhirnya beralih. Awalnya menanam padi, kini ganti menanam jenis umbi-umbian tersebut.
Budi daya porang dilakukan Hana Sukemi dan suaminya, Hasan. Awal 2021, dia memutuskan untuk menanam porang di lahannya yang semula ditanami padi, singkong dan pohon pisang.
“Awalnya kebun saya itu ditanami singkong, pisang, kelapa, kelor. Namun sejak awal tahun kemarin saya mulai menggantinya dengan tanaman porang,” kata perempuan yang sering dipanggil Emi, saat ditemui Wiradesa.co, di Jl Sepur No 4, Jogoyudan Wates, Kulonprogo, Minggu 28 Februari 2021.
Menurutnya tanaman porang memiliki harga cukup menjanjikan. Sebab itulah ia mencoba menanamnya. Untuk 1 kg porang basah (masih utuh) harganya sekitar Rp10 ribuan, chips porang Rp60-70 ribu, sedangkan porang yang sudah menjadi tepung harganya bisa mencapai sekitar Rp300 ribu per kilogram.
“Kalau harga, porang basah sama porang kering itu beda. Kalau yang basah itu sekitar Rp10 ribu satu kilonya, kalau yang kering sekitar Rp60-80 ribu, kalau porang sudah jadi tepung harganya 300 ribu lebih,” katanya.

Untuk tahap penanaman, perempuan yang juga menjadi konsultan tersebut mengatakan, sebelum penanaman porang, dilakukan penggemburan tanah dan pembedengan. “Untuk tahap awal, kita menggemburkan tanah, kemudian membuat bedengan sebagai tempat penanaman porang. Untuk mencegah adanya rumput liar tumbuh digelari mulsa,” kata mantan tour guide tersebut.
Lebih lanjut pemilik toko oleh-oleh Bu Emi menuturkan, untuk jarak tanam antara satu tanaman dan tanaman lainnya sekitar setengah meter. “Jarak tanamnya setengah meter, tapi mungkin idealnya satu meter,” ucapnya.
Terkait perawatan porang juga disampaikan oleh Nurohim seorang peneliti porang. “Untuk mendapatkan kualitas porang yang baik, petani harus menjalankan pola budidaya yang sehat, ramah lingkungan. Yang alami,” katanya.
Lebih rinci dia memaparkan, aspek budidaya porang dibagi tiga hal, yang pertama aspek pengelolaan kesuburan tanaman, kedua aspek nutrisi untuk tanaman, ketiga aspek pengelolaan hama dan penyakit tanaman.
“Kalau petani tanam hanya sekadar tanam, tetapi kesuburan tanamannya tidak dirawat, sekarang hasilnya bagus, besok hasilnya tidak bagus. Kerena apa? Karena tanahnya lama-lama rusak. Yang kedua, terkait nutrisi. Kalau petani mengandalkan makanan tanaman hanya dari tanah, itu tidak bagus. Tanaman itu sangat perlu nutrisi, yang mekanismenya lewat stomata daun. Langsung diserap dan dipakai. Kemudian yang ketiga pengelolaan hama dan penyakit tanaman ini, perlu dilakukan pencegahan sejak awal mau tanam, dengan menggunakan bahan organik, bukan menggunakan pestisida,” jelasnya.
Dengan cara seperti itu, tanah akan subur, kualitasnya bagus, lingkungannya lestari, bobot porangnya banyak dan berkualitas. Selain itu, dia berharap, petani porang saat ini menjadi subyek, bukan hanya sekedar obyek pasar. “Menjadi pelaku/pengusaha tani. Lebih dari sekedar petani pelaku budidaya konvensional. (Syarifuddin)