Wisata Brayut Siap Hadapi Adaptasi Kehidupan Baru

Wisata Desa Brayut

Wiradesa.co – Suasana tenteram pedesaan sangat terasa begitu kita menjejakkan kaki di Desa Wisata Brayut, Pandowoharjo, Sleman. Lalu-lalang warga melewati jalan perkampungan dengan dua gerbang pintu masuk menunjukkan aktivitas ekonomi dan sosial warga sudah mulai bergeliat. Portal di gerbang utama pintu masuk yang terpasang pada masa pandemi Covid-19 memang belum dibongkar tetapi kini hanya difungsikan model buka tutup sesuai kebutuhan.

Ketua Desa Wisata Brayut Aloysius Sudarmadi menuturkan, Desa Wisata Brayut telah siap menyesuaikan diri menghadapi adaptasi kebiasaan dan kehidupan baru. Kegiatan wisata ke Brayut pada masa adaptasi kebiasaan baru akan segera diujicobakan setelah beberapa bulan libur panjang sama sekali tak melayani kunjungan wisata. “Sebulan lalu sudah ada tamu satu orang dari Balikpapan, enam hari menginap. Sedangkan saat ini, survei lokasi dari sejumlah calon wisatawan yang merencanakan liburan ke Brayut dari beberapa daerah sudah diterima,” ujar Aloysius Sudarmadi yang akrab disapa Mamo ketika menerima Wiradesa.co, Senin (14/9/2020).

Kondisi panik, tintrim (mencekam) dalam suasana batin masyarakat Brayut pada masa awal pandemi Covid-19 menurut Mamo sudah tak lagi dirasakan. “Pada masa adaptasi kebiasaan baru, kami harus optimis tentu nanti pada saat kami membuka wisata Brayut tak boleh meninggalkan protokol kesehatan. Kami sampaikan sejak dari gerbang masuk adanya imbauan wajib mengenakan masker dan cuci tangan. Imbauan itu tertulis di pintu masuk selatan, barat. Tambahan lain berupa penyediaan sarana cuci tangan dilengkapi sabun. Untuk keperluan protokol kami bakal memeriksa suhu tubuh pengunjung. Bagi wisatawan yang berkunjung ke Brayut mereka dikondisikan agar mengatur jarak aman. Caranya jumlah pengunjung dibatasi sehingga tidak menciptakan kerumunan besar. Bila tak keberatan wisatawan luar daerah diminta melakukan rapid test terlebih dahulu,” jelasnya.

Baca Juga:  Liburan Virtual ke Desa Wisata, Alternatif Plesiran di Musim Pandemi

Penerapan tata protokol kesehatan menjadi sangat penting bagi Desa Wisata Brayut yang memiliki catatan wisata dengan lama tinggal wisatawan cukup panjang. Diceritakan Mamo, beberapa waktu sebelum pandemi, Brayut kedatangan wisatawan mahasiswa dari Universitas Moscow sebanyak 11 orang. Mereka menginap hingga sembilan hari. Kunjungan  dengan masa tinggal cukup lama dilakukan pula oleh salah satu universitas di Korea Selatan. Sebanyak 23 mahasiswa asal negeri ginseng tinggal di Brayut selama tujuh hari. “Wisatawan domestik dan mancanegara selama di Brayut tinggal di homestay milik warga. Umumnya mereka berkunjung dan menginap di Brayut lebih dari sehari. Mereka berinteraksi sosial, melakukan berbagai kegiatan penuh bersama pemandu dan warga,” imbuhnya.

Wastafel cuci tangan fasilitas untuk menunjang protokol kesehatan tersedia di Brayut (Foto: Sukron/Wiradesa)

Karena intensitas wisatawan dalam berinteraksi sosial dengan warga sangat tinggi maka dengan sendirinya kemungkinan risiko penularan virus Corona harus menjadi perhatian serius. Upaya pencegahan dengan protokol kesehatan tak boleh diabaikan oleh pengurus Desa Wisata Brayut.

“Kami menyadari interaksi sosial yang kuat membuat wisatawan betah dan itu merupakan modal utama kami sehingga tanpa perlu mengundang, wisatawan datang berkali-kali. Bahkan ada rombongan sekolah yang datang tiap tahun selama sembilan tahun berturut-turut. Tingginya risiko akibat interaksi sosial yang kuat harus diimbangi prosedur kesehatan yang ketat,” ujar Mamo sembari menyebut angka kunjungan pada 2019 sebanyak 3.132 wisatawan domestik dan mancanegara.

Baca Juga:  Taman Watu Bulus Tebing Progo Sentolo Destinasi Wisata Berbasis Komunitas

Sejak awal Desa Wisata Brayut memang mengandalkan konsep wisata dengan interaksi sosial kuat. Antara wisatawan dengan warga Brayut dan para pemandu bersosialisasi dalam berbagai paket wisata dalam koridor layanan prima. Tamu atau wisatawan amat diistimewakan. Tak jarang rombongan bis besar difasilitasi pengawalan mobil Patwal polisi wisata ketika berkunjung ke destinasi di Yogya dan sekitarnya tanpa menambah biaya paket wisata.

“Wisata di Brayut sarat dengan kegiatan bagi wisatawan. Mereka bisa mengambil minimal tiga paket. Meliputi wisata pertanian, membatik, permainan tradisional, kegiatan menjanur, atraksi jathilan, kenduri, karawitan, tari tradisional. Satu rombongan akan dapat menikmati berbagai paket tersebut tanpa terganggu kehadiran rombongan wisatawan lain karena jadwal kunjungan telah diatur sedemikian rupa,” tambahnya. Meski paketan dan kunjungan dibatasi satu rombongan namun pengurus Desa Wisata Brayut mampu menjual harga paket wisata cukup kompetitif. Dicontohkan Mamo, kunjungan mahasiswa Korea Selatan sebanyak 23 orang selama seminggu dengan jadwal kegiatan padat, tarif all in semua paket tersebut dibanderol Rp25 juta.

Interior joglo berusia 200 tahun, aset pendukung wisata (Foto: Sukron/Wiradesa)

Dengan banderol senilai itu, wisatawan tinggal tersebar di 20 homestay. Seandainya wisatawan mulai masuk ke Brayut, para pengurus desa wisata dan pemandu telah dibekali prosedur protokol kesehatan dalam melayani wisatawan akan membuat wisatawan lebih merasa aman dan nyaman.

Baca Juga:  Memetakan Potensi Desa, Merencanakan MasterPlan, dan Membuat Desain Gambar Potensi Wisata Desa

“Kalau kami tak berani mencoba, khawatir akan ketinggalan. Kami telah melakukan berbagai persiapan dan skenario. Di antaranya menyiapkan SDM, membuat 8 titik wastafel bagi kunjungan 50 orang wisatawan yang akan melakukan wisata interaksi sosial berbasis aktivitas,” paparnya.

Lokasi Syuting 18 Judul Film

Meski kunjungan wisata di Brayut diliburkan beberapa bulan namun joglo Martorejo berusia 200 tahun sebagai pusat kegiatan wisatawan di Brayut, tetap terlihat bersih. Bagian dalam tiga kamar terawat rapi. Dalam suasana pandemi, sekitar halaman dilengkapi lima wastafel cuci tangan. Kunjungan wisata konservasi budaya didukung rumah joglo tradisional, sinom dorogepak, cere gencet, limasan pacul gowang dan kampung melengkapi berbagai paket yang ditawarkan. Soal bangunan lawas, selain joglo dan model bangunan Jawa kuna, di Brayut wisatawan akan menjumpai model langit-langit rumah model empyak raguman. Empyak raguman, salah satu elemen arsitektur rumah Jawa, berupa pelapis atap bagian dalam yang berfungsi sebagai langit-langit. Di atasnya masih ada usuk dan reng. Raguman terbuat dari bambu apus, dirakit di bawah lalu dinaikkan bareng-bareng.

Meski libur panjang, wisata Brayut tetap terjaga kebersihannya (Foto: Sukron/Wiradesa)

“Dengan kekayaan wisata alam lingkungan pertanian dan wisata budaya, bangunan joglo dan rumah Jawa kuna, Desa Wisata Brayut kerap dilirik sebagai lokasi syuting film. Sejak dibuka 1999 sebanyak 18 judul film mengambil lokasi syuting di Brayut baik FTV maupun film bioskop,” bebernya sambil menyebut sederet artis Ibu Kota yang pernah syuting di Brayut.

Kegiatan wisata di Brayut menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat Brayut yang terlibat. Karena itu apabila kegiatan pariwisata tak segera dibuka masyarakat akan kehilangan sebagian sumber pendapatan selain umumnya keseharian warga sebagai petani. (Sukron Makmun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *